dutapublik.com – JAKARTA Partai Demokrat kubu Moeldoko menilai Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merupakan pelanggar etika politik. Salah satunya karena Kongres V tahun 2020.
Presiden keenam RI itu dituding menjadi penguasa tunggal Partai Demokrat melalui perubahan AD/ART pada Kongres 2020.
Kongres 2020 disebut tanpa laporan pertanggungjawaban SBY sebagai ketua umum. Serta pemilihan putranya, Agus Harimurti Yudhoyono sebagai ketua umum tidak melalui pembahasan tata tertib lebih dahulu.
“Katanya Demokrat harus jadi partai modern dan demokratis. Faktanya Kongres 2020 tanpa laporan pertanggungjawaban SBY sebagai Ketum, pemilihan AHY sebagai Ketum tanpa pembahasan tata tertib,” kata Juru Bicara Partai Demokrat kubu Moeldoko Muhammad Rahmad kepada wartawan, belum lama ini.
Rahmad menuding AD/ART tahun 2020 tidak dibuat dalam Kongres. Pada AD/ART itu SBY diam-diam dijadikan pendiri partai dan jadi penguasa tunggal.
“AD ART dibuat di luar Kongres, SBY diam-diam jadi pendiri partai, SBY diam-diam jadi penguasa tunggal, peserta kongres yang punya hak bicara disuruh keluar ruangan sidang. Dimana etika politiknya?” kata Rahmad.
Rahmad membeberkan pelanggaran etika politik SBY yang lain. Pertama adalah saat tahun 2003 SBY selaku Menko Polkam mengaku tidak maju di Pilpres kepada Presiden Megawati Soekarnoputri. “Faktanya maju Pilpres mengalahkan Mega,” kata Rahmad.
SBY juga dinilai melanggar etika karena mengangkat Andi Mallarangeng sebagai Sekretaris Majelis Tinggi. Sebab, tahun 2013 SBY membuat pakta integritas bahwa tersangka, narapidana, pelaku narkoba dan asusila wajib mundur dari pengurus partai. Andi diketahui mantan narapidana korulsi proyek pusat olahraga di Hambalang.
Selain itu, pada tahun 2013 SBY membujuk Anas Urbaningrum mendukung KLB. Anas menjadi ketua umum dan SBY menjanjikan orang-orang Anas masuk pengurus. Namun faktanya, kata Rahmad, orang Anas justru dikemudian hari ditendang dari Demokrat.
Begitu juga pada tahun 2015 SBY pernah berjanji tidak akan maju sebagai ketua umum. “Faktanya maju sebagai ketua umum dan menutup ruang kompetisi. Katanya demokratis tapi takut kompetisi,” kata Rahmad. (uya/dari berbagai sumber)