dutapublik.com, PROBOLINGGO –Aktivitas tambang galian C milik CV Bumi Citra Persada di Desa Patemon dan Gunggungan Lor, Kecamatan Pakuniran, Kabupaten Probolinggo menuai gelombang kritik tajam. Perusahaan yang mengantongi Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB) ini diduga tidak hanya melanggar perizinan dengan mengeluarkan material yang tidak sesuai komoditasnya, tetapi juga ingkar terhadap janji kompensasi bagi warga setempat, Selasa (04/02/2025).
CV Bumi Citra Persada diketahui memiliki SIPB untuk menambang kerikil berpasir alami (sirtu) di area 5,42 hektare dengan kapasitas produksi 105.000 ton per tahun. Namun, fakta di lapangan memunculkan dugaan bahwa tambang ini juga mengekstraksi material lain yang tidak tercantum dalam izinnya.
Jika benar, maka aktivitas ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang dengan tegas melarang eksploitasi sumber daya alam di luar izin yang diberikan.
Selain dugaan pelanggaran izin, lokasi tambang yang berada di bibir sungai menambah keresahan warga. Saat musim hujan seperti sekarang, aktivitas eksploitasi di sekitar aliran sungai bisa mempercepat erosi, sedimentasi, bahkan meningkatkan risiko banjir.
“Kami khawatir tanah di sekitar sungai ini terkikis dan menimbulkan longsor. Kalau sampai itu terjadi, siapa yang akan bertanggung jawab?” ujar seorang warga setempat yang keberatan dengan aktivitas tambang tersebut.
Saat awal beroperasi, pengelola tambang disebut-sebut berjanji akan memberikan kompensasi bulanan kepada warga terdampak. Namun, janji tersebut tidak sebagaimana mestinya.
“Dulu mereka bilang akan ada kompensasi tiap bulan, tapi setelah berjalan sekian lama, seingat saya hanya tiga kali kompensasi diberikan dalam setahun, itupun di saat ada isu yang gak enak,” kata seorang warga dengan nada kecewa.
Tim media telah berusaha mengonfirmasi dugaan pelanggaran ini kepada koordinator lapangan (korlap) tambang. Namun, hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan dari pihak CV Bumi Citra Persada. Sikap diam ini justru semakin memperkuat dugaan bahwa ada sesuatu yang tidak transparan dalam operasional tambang ini.
Masyarakat mendesak pemerintah, khususnya instansi terkait seperti Dinas ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), untuk segera turun tangan dan melakukan audit menyeluruh terhadap aktivitas tambang tersebut. (SNR)