dutapublik.com, BANJARMASIN – Tantangan terbesar bagi pers Indonesia saat ini justru datang dari dalam Masyarakat Pers itu sendiri. Hal ini mengemuka dalam acara Hari Pers Nasional (HPN) 2025 yang digelar di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pada Jumat (7/2/2025).
Puluhan wartawan dari berbagai daerah menghadiri seminar nasional bertema “Transformasi Publikasi Media Berbasis Birokrasi Digital untuk Pers Bertanggung Jawab” yang berlangsung di Hotel Galaxy.
Ketua PWI Pusat, Hendry Ch Bangun, menegaskan pentingnya memperjelas posisi pers dalam menjalin kerja sama dengan pemerintah maupun swasta. Ia berharap forum ini dapat mendorong terciptanya pers yang lebih sehat dan bertanggung jawab.
Perwakilan Gubernur Kalimantan Selatan, Ahmad Kurniawan, yang hadir mewakili Haji Muhidin, secara resmi membuka seminar. Ia menyampaikan apresiasi tinggi terhadap peran insan pers dalam menjaga marwah demokrasi.
Ketua Asosiasi Dinas Kominfo Seluruh Indonesia, Muhammad Faisal, dalam paparannya menekankan pentingnya regulasi yang mewajibkan media untuk terverifikasi. Hal ini, menurutnya, bertujuan menjaga kualitas publikasi serta menghindari maraknya media abal-abal.
Senada dengan itu, Sekretaris PWI Kalsel, Toto Fachrudin, menyoroti kemudahan dalam mendirikan perusahaan media, yang menyebabkan banyak orang tiba-tiba menjadi wartawan. Menurutnya, kondisi ini menuntut pers lebih teliti dalam menjalankan fungsi kontrol sosial sekaligus menjaga keberlangsungan bisnis media.
Wakil Ketua Public Affairs Forum Indonesia, Sofyan Herbowo, menekankan pentingnya membangun reputasi dan kredibilitas perusahaan media. Menurutnya, pers tidak hanya berfungsi sebagai penyampai informasi, tetapi juga berperan dalam membentuk opini publik.
Sementara itu, Suprapto Sastroatmojo mengungkapkan bahwa jumlah media di Indonesia bisa mencapai puluhan ribu karena prosedur pendiriannya yang sangat mudah. Namun, berdasarkan data Dewan Pers, hanya 1.793 perusahaan pers yang terdaftar, dan baru 997 di antaranya yang telah terverifikasi.
Penasihat LKBH-PWI, Zacky Anthony, menyoroti pentingnya perlindungan hukum bagi wartawan profesional. Ia mengungkapkan bahwa banyak pihak justru merasa lebih khawatir terhadap keberadaan “wartawan bodrex” yang kerap melakukan ancaman atau pemerasan. “Pers profesional wajib mematuhi undang-undang dan kode etik agar tidak mencederai kepercayaan publik,” tegasnya. (Effendy)