dutapublik.com, GARUT – Dewan Pendidikan Kabupaten Garut menegaskan bahwa langkah pencegahan jauh lebih penting dalam mengawal pengelolaan anggaran sekolah dibandingkan menunggu hingga muncul kasus tindak pidana korupsi atau penyalahgunaan dana.
Anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Garut, Asep Nurjaman, menyampaikan bahwa dana pendidikan, baik yang bersumber dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS), hibah pemerintah daerah, maupun anggaran lainnya, merupakan amanah publik yang harus dikelola dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan berkeadilan.
“Pencegahan tindak pidana harus dilakukan sejak awal. Jangan menunggu ada laporan penyalahgunaan baru ribut. Fungsi kami adalah ikut mengawasi, mendampingi, dan mengingatkan agar sekolah tidak salah langkah dalam mengelola anggaran,” tegasnya.
Menurut Asep, kasus penyalahgunaan dana BOS dan bantuan lain kerap terjadi karena lemahnya sistem pengawasan internal. Banyak kepala sekolah maupun bendahara yang belum memahami regulasi keuangan secara detail, sehingga rawan melakukan kesalahan administrasi maupun pelanggaran hukum.
“Kalau sudah masuk ranah hukum, bukan hanya sekolah yang tercoreng, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan,” tambahnya.
Beberapa aturan yang menjadi landasan hukum dalam pengelolaan anggaran pendidikan antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa dana pendidikan harus digunakan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan menegaskan bahwa pendanaan pendidikan harus transparan, akuntabel, dan berkeadilan.
3. Permendikbud Nomor 63 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis BOS Reguler mengatur teknis penggunaan, pelaporan, dan pengawasan dana BOS.
4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi dasar hukum apabila terjadi penyalahgunaan anggaran.
5. Permendagri Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Dana BOS oleh Pemerintah Daerah mengatur mekanisme transfer, pengawasan, hingga pertanggungjawaban.
Dewan Pendidikan mendorong sejumlah upaya untuk meminimalisir risiko tindak pidana, antara lain:
1. Meningkatkan literasi hukum dan pelatihan manajemen keuangan bagi kepala sekolah serta bendahara.
2. Mendorong sekolah untuk memublikasikan laporan penggunaan anggaran secara terbuka melalui papan informasi atau website sekolah.
3. Melibatkan komite sekolah dan masyarakat dalam pengawasan anggaran.
4. Berkolaborasi dengan Inspektorat Daerah, BPKP, maupun kejaksaan dalam edukasi hukum dan audit preventif.
“Kalau tata kelola sudah baik, sistem transparan, dan semua pihak terlibat, maka peluang terjadinya tindak pidana bisa ditekan. Pencegahan lebih murah dan lebih bermartabat daripada penindakan hukum,” ujarnya.
Asep juga menekankan posisi Dewan Pendidikan sebagai garda depan dalam upaya pencegahan penyalahgunaan anggaran sekolah, sekaligus memberikan dasar hukum yang kuat agar masyarakat dan pemangku kebijakan memahami pentingnya tata kelola yang bersih.
Kegiatan penyuluhan hukum terkait pencegahan tindak pidana pengelolaan anggaran sekolah akan terus dilakukan secara berkelanjutan, pungkas Asep. (MD)