dutapublik.com, PROBOLINGGO – Dugaan pelanggaran pertambangan kembali mencuat di Kabupaten Probolinggo. Dua perusahaan tambang di Kecamatan Pakuniran, yakni CV Bumi Citra Persada dan CV Pancar Glagas Jaya, disidak oleh tim gabungan yang terdiri dari Kasatpol PP Kabupaten Probolinggo beserta beberapa anggotanya, Asisten 1 Pemkab Probolinggo, pihak Kecamatan Pakuniran, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Babinsa, dan Bhabinkamtibmas. Sidak ini dilakukan menyusul banyaknya laporan warga melalui platform Laporkanda terkait dampak negatif dari aktivitas tambang tersebut, pada Jumat (07/03/2024).
Keluhan warga bukan tanpa alasan. Yang paling mencengangkan datang dari Babul, warga Desa Ranon, yang mendapati sawah keluarganya di Desa Gunggungan telah dirusak tanpa pemberitahuan oleh CV Pancar Glagas Jaya.
“Saya sangat merasa dirugikan, Pak. Sawah orang tua saya tiba-tiba ditambang tanpa ada pemberitahuan. Tahu-tahu sudah rusak seperti ini. Saya sebenarnya ingin melaporkan ini sebagai pengrusakan, tapi masih saya tahan supaya tidak gaduh,” ungkap Babul saat berada di lokasi.
Bukan hanya Babul, beberapa warga lainnya juga mengungkapkan keresahan mereka atas dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas tambang ini. Sayangnya, kejadian seperti ini seolah menjadi pola yang terus berulang, perusahaan tambang beroperasi, warga dirugikan, pemerintah turun tangan setelah adanya laporan, lalu kasus menguap tanpa solusi nyata.
Dalam sidak ini, Camat Pakuniran, Hasan Zainuri, terang-terangan menunjukkan kekecewaannya terhadap Nawawi, Kepala Desa Bago, yang juga diketahui sebagai pemilik tambang CV Pancar Glagas Jaya. Hasan Zainuri bahkan menitipkan pesan langsung kepada Muhri, perwakilan perusahaan tambang, agar Nawawi segera merespons masalah ini.
“Tolong sampaikan ke Pak Kades, kalau saya hubungi, tolong diangkat. Masak sangat susah sekali untuk menghubunginya?” ujar Zainuri dengan nada kesal.
Pernyataan ini semakin mempertegas dugaan bahwa pihak desa tidak cukup responsif terhadap persoalan yang terjadi di wilayahnya sendiri. Jika seorang camat saja kesulitan berkomunikasi dengan kepala desa, bagaimana dengan warga yang hak-haknya dirampas akibat aktivitas pertambangan ini?
Menanggapi keluhan warga, Muhri dari CV Pancar Glagas Jaya menyatakan siap menampung semua aduan dan akan menyampaikannya kepada Nawawi. Namun, pernyataan ini tentu perlu dibuktikan dengan tindakan nyata.
“Kami akan menyampaikan semua keluhan ini kepada pemilik tambang dan mencari solusi terbaik agar tidak ada pihak yang dirugikan,” katanya.
Sementara itu, Kasatpol PP, Sugeng, menegaskan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti masalah ini dan memanggil pihak penambang serta instansi terkait untuk melakukan mediasi. Namun, pertanyaannya, apakah ini akan benar-benar berjalan sesuai harapan?
Kasus ini membuka pertanyaan yang lebih besar, bagaimana bisa tambang-tambang ini beroperasi hingga merugikan warga tanpa pengawasan ketat dari pemerintah?
Dinas Lingkungan Hidup (DLH), sebagai instansi yang bertanggung jawab atas dampak lingkungan, harus lebih tegas dalam memastikan izin serta analisis dampak lingkungan (AMDAL) dari aktivitas pertambangan di wilayah ini. Begitu pula aparat kecamatan, Babinsa, dan Bhabinkamtibmas, yang diharapkan lebih aktif dalam mengawal permasalahan di lapangan agar tidak selalu menunggu aduan warga sebelum bertindak.
Kasatpol PP telah berjanji akan memanggil pihak-pihak terkait untuk mediasi. Namun, masyarakat tentu berharap lebih dari sekadar janji. Jika keluhan warga terus diabaikan, bukan tidak mungkin kasus serupa akan terus terjadi, mengorbankan lingkungan, kesejahteraan masyarakat, dan kredibilitas pemerintah daerah.
Warga menunggu aksi nyata, bukan sekadar sidak seremonial yang berakhir tanpa solusi.(Sinar)