dutapublik.com – BEKASI Front Pembela Honorer Indonesia (FPHI) Korda Kabupaten Bekasi, sebut Bupati Bekasi menginisiasi ancaman, Intimidasi dan teror terhadap pegawai Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Non Aparatur Sipil Negara (ASN).
Hal terebut disebabkan para pejuang Honorer itu telah melakukan aksi anti korupsi di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, pada Senin (12/4), terkait anggaran pembangunan WC Sultan sebanyak 488 titik lokasi di tiap sekolah dengan harga fantastis kisaran mencapai Rp. 198 juta per unit, dengan total keseluruhan menghabiskan anggaran 98 miliar.
Terkait hal itu, Andi Heryana, selaku Ketua FPHI Kabupaten Bekasi menceritakan, bahwa anggota dan pengurus FPHI selama ini sering mendapatkan teror. Juga sudah beberapa kali dipanggil oleh Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kabupaten Bekasi.
“Para pejuang ini telah berkali-kali mendapat teror, ancaman dan marjinalisasi. Beberapa kali juga mendapat pemanggilan oleh Kadisdik Kabupaten Bekasi,” ungkapnya.
Ketika dipanggil oleh Kadisdik, tambah Andi, mereka yang dipanggil Kadisdik mendapat ancaman akan diberhentikan.
“Dalam pertemuan itu, berkali-kali mendapat ancaman bahkan pemberhentian. Karena dianggap banyak orang tersakiti dalam aksi ke KPK kata Kadisdik, pada pertemuan hari Kamis tanggal 4 Februari 2021 bertempat di ruangan Kepala Dinas Pendidikan,” ujarnya, saat gelar aksi di pelataran gedung Bupati, pada Rabu (14/4).
Andi juga menyebutkan, Pemerintah Kabupaten Bekasi sangat tidak manusiawi dalam memperlakukan Guru Honorer. Sebab banyak sekali ancaman terhadap anggotanya di bulan Ramadhan yang dilakukan oleh Oknum Pejabat Kabupaten Bekasi, untuk membungkam suara lantang Guru Honorer dalam memperjuangkan haknya.
“Intimidasi dan terror juga dilakukan pejabat Dinas, bak mesin giling daur ulang sampah dengan memaksa secara sepihak, agar bagi teman yang aktif di organisasi FPHI untuk mengundurkan diri dari FPHI atau Jasa tenaga kerja bagi yang aktif akan ditahan untuk tidak diberikan. Bahkan diancam akan berhentikan dari tempat para Honorer mengabdi, ini sangat tidak manusiawi,” katanya.
Lanjut Andi, gaji Honorer GTK Non ASN telah dibayarkan sejak Jumat (9/4). Namun, gaji untuk Honorer yang ikut demo ke KPK, sampai saat ini belum dibayarkan.
“Di tengah pandemi covid-19 dan suasana bulan suci Ramadhan, alhasil hari ini semua Honorer GTK Non ASN telah diberikan gajinya selama 3 bulan sudah dibayar kontan sejak Jumat, 09 April 2021. Tetapi bagi pejuang yang hadir aksi di KPK dan menyuarakan keadadilan di Pemkab Bekasi tidak dibayar sampai sekarang jasa tenaga kerjanya,” jelasnya.
Andi pun mengutuk tindakan Pemerintah Kabupaten Bekasi yang telah mengesampingkan nilai kemanusiaan terhadap Guru Honorer. Padahal menurutnya, honor yang berasal dari APBD haruslah diserahkan kepada Guru Honorer, bukannya sebagai alat bargaining para Penguasa dalam menindas rakyat kecil.
“Kami FPHI sangat mengutuk keras kebiadaban, tanpa mengedepankan moral para Oknum Pejabat.”
“Sehingga APBD yang harus diserahkan oleh Pemkab kepada Honorer yang jelas mengabdi lama, dimainkan bahkan dibuat penggiringan opini.”
“Bahwa yang menjadi anggota FPHI akan terus diancam, diteror dan dimarjinalisasi oleh oknum pejabat Disdik atas perintah Penguasa yang sudah tidak nyaman atas keberadaan gerakan moral dan gerakan keprihatinan Kabupaten Bekasi,” pungkasnya. (SS)